Mengapa
Anak yang Pintar di Sekolah Bisa Alami Kesulitan Ekonomi?
- Mengatasi Generasi (yang bakal) Gagal
- Mengatasi Generasi (yang bakal) Gagal
Berikut
adalah ulasan Prof. Rhenald Kasali tentang pendidikan
di Indonesia dan dampak kedepan dari anak-anak kita yang tercinta. ada
kesalahan proses yang berbahaya jika tidak diperhatikan dan diatasi saat ini.
Seorang mahasiswi mengeluh. Dari SD hingga lulus S-1, ia selalu juara. Namun kini, di program S-2, ia begitu kesulitan menghadapi dosennya yang menyepelekannya. Judul tesisnya selalu ditolak tanpa alasan yang jelas. Kalau jadwal bertemu dibatalkan sepihak oleh dosen, ia sulit menerimanya. Sementara itu, teman-temannya, yang cepat selesai, jago mencari celah. Ia menduga, teman-temannya yang tak sepintar dirinya itu "ada main" dengan dosen-dosennya. "Karena mereka tak sepintar aku," ujarnya.
Seorang mahasiswi mengeluh. Dari SD hingga lulus S-1, ia selalu juara. Namun kini, di program S-2, ia begitu kesulitan menghadapi dosennya yang menyepelekannya. Judul tesisnya selalu ditolak tanpa alasan yang jelas. Kalau jadwal bertemu dibatalkan sepihak oleh dosen, ia sulit menerimanya. Sementara itu, teman-temannya, yang cepat selesai, jago mencari celah. Ia menduga, teman-temannya yang tak sepintar dirinya itu "ada main" dengan dosen-dosennya. "Karena mereka tak sepintar aku," ujarnya.
foto ilustrasi |
Mungkin
inilah yang perlu dilakukan orangtua dan kaum muda: belajar menghadapi realitas
dunia orang dewasa, yaitu kesulitan dan rintangan.
Hadiah
orangtua
Psikolog
Stanford University, Carol Dweck, yang menulis temuan dari eksperimennya dalam
buku The New Psychology of Success, menulis, "Hadiah terpenting dan
terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan".
Ya,
tantangan. Apakah itu kesulitan-kesulitan hidup, rasa frustrasi dalam memecahkan
masalah, sampai kegagalan "membuka pintu", jatuh bangun di usia muda.
Ini berbeda dengan pandangan banyak orangtua yang cepat-cepat ingin mengambil
masalah yang dihadapi anak-anaknya.
Kesulitan
belajar mereka biasanya kita atasi dengan mendatangkan guru-guru les, atau
bahkan menyuap sekolah dan guru-gurunya. Bahkan, tak sedikit pejabat mengambil
alih tanggung jawab anak-anaknya ketika menghadapi proses hukum karena
kelalaian mereka di jalan raya.
Kesalahan
mereka membuat kita resah. Masalah mereka adalah masalah kita, bukan milik
mereka. Termasuk
di dalamnya adalah rasa bangga orangtua yang berlebihan ketika anak-anaknya
mengalami kemudahan dalam belajar dibandingkan rekan-rekannya di sekolah.
Berkebalikan
dengan pujian yang dibangga-banggakan, Dweck malah menganjurkan orangtua untuk
mengucapkan kalimat seperti ini: "Maafkan Ibu telah membuat segala sesuatu
terlalu gampang untukmu, Nak. Soal ini kurang menarik. Bagaimana kalau kita
coba yang lebih menantang?"
Jadi,
dari kecil, saran Dweck, anak-anak harus dibiasakan dibesarkan dalam alam yang
menantang, bukan asal gampang atau digampangkan. Pujian boleh untuk
menyemangati, bukan membuatnya selalu mudah.
Saya
teringat masa-masa muda dan kanak-kanak saya yang hampir setiap saat menghadapi
kesulitan dan tantangan. Kata reporter sebuah majalah, saya ini termasuk
"bengal". Namun ibu saya bilang, saya kreatif. Kakak-kakak saya
bilang saya bandel. Namun, otak saya bilang "selalu ada jalan keluar dari
setiap kesulitan".
Begitu
memasuki dunia dewasa, seorang anak akan melihat dunia yang jauh berbeda dengan
masa kanak-kanak. Dunia orang dewasa, sejatinya, banyak keanehannya,
tipu-tipunya. Hal gampang bisa dibuat menjadi sulit. Namun, otak saya selalu
ingin membalikkannya. Demikianlah, hal-hal sepele sering dibuat orang menjadi
masalah besar.
- Banyak ilmuwan pintar, tetapi reaktif dan cepat tersinggung. Demikian pula kalau orang sudah senang, apa pun yang kita inginkan selalu bisa diberikan.
Panggung
orang dewasa
Dunia
orang dewasa itu adalah sebuah panggung besar dengan unfair treatment yang
menyakitkan bagi mereka yang dibesarkan dalam kemudahan dan alam yang
protektif. Kemudahan-kemudahan yang didapat pada usia muda akan hilang begitu
seseorang tamat SMU.
Di
dunia kerja, keadaan yang lebih menyakitkan akan mungkin lebih banyak lagi
ditemui. Fakta-fakta akan sangat mudah Anda temui bahwa tak semua orang, yang
secara akademis hebat, mampu menjadi pejabat atau CEO. Jawabannya hanya satu:
hidup seperti ini sungguh menantang.
Tantangan-tantangan
itu tak boleh membuat seseorang cepat menyerah atau secara defensif menyatakan
para pemenang itu "bodoh", tidak logis, tidak mengerti, dan lain
sebagainya. Berkata bahwa hanya kitalah orang yang pintar, yang paling
mengerti, hanya akan menunjukkan ketidakberdayaan belaka. Dan pernyataan ini
hanya keluar dari orang pintar yang miskin perspektif, dan kurang menghadapi
ujian yang sesungguhnya.
Dalam
banyak kesempatan, kita menyaksikan banyak orang-orang pintar menjadi tampak
bodoh karena ia memang bodoh mengelola kesulitan. Ia hanya pandai berkelit atau
ngoceh-ngoceh di belakang panggung, bersungut-sungut karena kini tak ada lagi
orang dewasa yang mengambil alih kesulitan yang ia hadapi.
Di
Universitas Indonesia, saya membentuk mahasiswa-mahasiswa saya agar berani
menghadapi tantangan dengan cara satu orang pergi ke satu negara tanpa ditemani
satu orang pun agar berani menghadapi kesulitan, kesasar, ketinggalan pesawat,
atau kehabisan uang.
Namun
lagi-lagi orangtua sering mengintervensi mereka dengan mencarikan travel agent,
memberikan paket tur, uang jajan dalam jumlah besar, menitipkan perjalanan pada
teman di luar negeri, menyediakan penginapan yang aman, dan lain sebagainya.
Padahal, anak-anak itu hanya butuh satu kesempatan: bagaimana menghadapi
kesulitan dengan caranya sendiri.
Hidup
yang indah adalah hidup dalam alam sebenarnya, yaitu alam yang penuh tantangan.
Dan inilah esensi perekonomian abad ke-21: bergejolak, ketidakpastian, dan
membuat manusia menghadapi ambiguitas. Namun dalam kondisi seperti itulah
sesungguhnya manusia berpikir. Dan ketika kita berpikir, tampaklah pintu-pintu
baru terbuka, saat pintu-pintu hafalan kita tertutup.
Jadi
inilah yang mengakibatkan banyak sekali orang pintar sulit dalam menghadapi
kesulitan. Maka dari itu, pesan Carol Dweck, dari apa yang saya renungi,
sebenarnya sederhana saja: orangtua, jangan cepat-cepat merampas kesulitan yang
dihadapi anak-anakmu. Sebaliknya, berilah mereka kesempatan untuk menghadapi
tantangan dan kesulitan
Semoga
bermanfaat